Semarak meriah dalam menyambut bulan Ramadhan, hari Raya Idul Fitri dan hari raya Idul Adha begitu terasa bagi umat muslim seluruh dunia begitu juga bagi masyarakat Aceh dimana hampir seluruh masyarakat Aceh merupakan beragama muslim.
Satu hari sebelum menyambut perayaan hari besar umat muslim di seluruh dunia, masyarakat Aceh mempunyai tradisi yang dinamai dengan tradisi meugang.
Tradisi yang Sudah Ada Sejak Masa Kesultanan Aceh Darussalam
“Gang” dalam Bahasa Aceh berarti pasar, sedang “Meu” adalah adalah kata imbuhan yang membentuk kata dasar menjadi kata kerja. Sehingga jika diartikan secara kasar, meugang berarti berbelanja ke pasar.
Beberapa masyarakat, juga menyebut tradisi ini dengan istilah makmeugang.
Istilah ini muncul karena saat menjelang Ramadhan, idul Fitri dan Idul Adha, masyarakat di Aceh akan berbondong-bondong ke pasar untuk berbelanja kebutuhan pada saat Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, sehingga munculah istilah makmeugang yang berasal dari kata “makmu that gang”, yang berarti pasar sedang ramai atau makmur.
Meugang adalah sebuah tradisi yang telah turun temurun dilakukan oleh masyarakat Aceh khususnya umat muslim, tradisi tersebut berupa pemotongan hewan ternak seperti sapi, kerbau dan kambing.
Kemudian dimasak sehingga dapat dinikmati bersama keluarga, kerabat dan anak yatim piatu oleh masyarakat Aceh untuk merayakan hari-hari besar yang akan datang seperti Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha.
Tradisi meugang sudah dilakukan sejak ratusan tahun yang lalu dimana dimulai sejak Kesultanan Aceh Darussalam.
Pada tahun 1907 tradisi ini dilaksanakan di kerajaan yang dihadiri oleh para sultan kerajaan, para pembesar kerajaan, menteri bahkan ulama.
Pada saat itu, raja memerintahkan kepada balai fakir, lembaga yang menangani kaum fakir, miskin dan kaum dhuafa saat itu, untuk membagikan daging, beras, pakaian kepada masyarakat.
Adapun pendapat lain menyatakan, tradisi meugang awalnya dilaksanakan oleh Sultan Iskandar Muda, Sultan yang membawa Kesultanan Aceh Darussalam pada masa keemasannya, karena rasa syukur raja atas datangnya bulan Ramadhan.
Sehingga dengan rasa syukur tersebut, Sultan Iskandar Muda memerintahkan untuk melakukan penyembelihan beberapa ekor sapi dan kerbau yang nantinya daging-daging tersebut akan dibagikan kepada masyarakat.
Setelah era Kesultanan Aceh Darussalam berakhir, tradisi ini sudah tidak dilakukan lagi oleh Kesultanan, namun tradisi ini sudah melekat pada kehidupan masyarakat Aceh.
Berbagai Tata Cara Masyarakat Aceh Merayakan Tradisi Meugang

Tradisi Meugang di Aceh untuk Menyambut Hari Besar Islam
Tata cara masyarakat merayakan meugang berbeda-beda tidak hanya menyembelih hewan namun juga ada beberapa cara dalam menyiapkan daging yang akan dirayakan di hari meugang.
- Acara meuripee, yaitu masyarakat sepakat patungan uang bersama-sama yang akan digunakan untuk membeli hewan sembelihan bersama-sama.
- Membeli pada agen yang akan menyembelih pada saat meugang. Sehingga beberapa minggu sebelum dimulai acara meugang, mereka akan berkeliling melakukan penjajakan ke rumah-rumah warga untuk menawarkan daging yang akan disembelih nantinya.
- Membeli di pasar. Dua hari sebelum bulan Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha, para pedagang daging membanjiri pasar-pasar dan menjamur hingga sampai ke tepi jalan.
- Menyembelih hewan peliharaan, biasanya cara ini dilakukan oleh masyarakat yang tidak memilih daging sapi atau kerbau, melainkan daging unggas seperti ayam dan bebek. Biasanya mereka menyembelih peliharaan sendiri karena jenis hewan ini pada umumnya merupakan hewan peliharaan masyarakat Aceh pada umumnya.
Pada saat meugang, harga-harga barang di pasar mengalami kenaikan harga yang cukup drastis, mulai dari bahan pokok hingga daging. Bahkan daging pernah mengalami kenaikan lebih dari 50%. Tetapi masyarakat tetap mengusahakan untuk membeli daging demi merayakan hari meugang.
Tradisi meugang sampai saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat Aceh dari berbagai lapisan kalangan masyarakatnya, dari masyarakat perkotaan hingga warga gampong, maupun dari kalangan menengah atas hingga menengah kebawah. Seluruh rakyat Aceh semarak gembira menyambut hari meugang ini.
Masyarakat saling berbagi daging dengan berbagai macam olahan yang berbeda-beda, biasanya olahan khas meugang seperti masakan kari Aceh, kuah beulangong dan lain sebagainya.
Saling berbagi kepada sanak saudara, tetangga dan juga anak yatim piatu.
Adapun nilai yang terkandung dalam merayakan tradisi meugang yang ditanamkan oleh leluhur melalui tradisi ini adalah kebersamaan.
Perayaan meugang ini menjadi momen penting untuk berkumpul dengan keluarga, apalagi anak dan sanak saudara yang merantau berjauhan dengan keluarganya, mereka akan pulang dan kembali berkumpul dengan keluarganya di hari meugang.
Pada tahun 2016, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan tradisi meugang sebagai warisan budaya Indonesia dari Aceh.