Cendera mata yang sering dijadikan buah tangan oleh turis yang berkunjung ke Aceh, salah satunya adalah sesuatu yang menggunakan Pinto Aceh, baik perhiasan, aksesoris, baju, dan masih banyak lagi.  

Motif ini adalah motif yang sangat diminati oleh masyarakat Aceh. Sehingga banyak barang ataupun aksesoris dengan motif ini yang mudah untuk dijumpai di Aceh.

Terinspirasi dari Monumen Pinto Khob Peninggalan Iskandar Muda

Awalnya, motif Pinto Aceh didesain oleh salah satu pengrajin emas yang berasal dari desa Blang Oi pada tahun 1953 yang bernama Mahmud Ibrahim. 

Pada saat itu, Mahmud Ibrahim hanya membuat satu jenis perhiasan dengan motif ini yaitu bros atau pin. 

Sebelumnya pada tahun 1926, Mahmud Ibrahim telah menerima sertifikat resmi atas keterampilannya dalam membuat perhiasan dari pemerintah Belanda pada penyelenggaraan pasar malam di Banda Aceh (Kutaradja). 

Baca Juga : Tari Seudati dan Semangat Perjuangan Aceh

Dampak yang dialami setelah mendapatkan prestasi tersebut, membuat nama Mahmud Ibrahim menjadi terkenal ke seluruh Aceh. 

Desain Pinto Aceh terinspirasi oleh monumen peninggalan Sultan Iskandar Muda yang bernama Pintu Khob. 

Pintu Khob merupakan gerbang penghubung antara Taman Sari dengan Krueng Daroy, yang selalu dilewati oleh putri Kesultanan Aceh Darussalam dan para dayangnya ketika hendak pergi mandi di Krueng Daroy. 

Pintu gerbang tersebut dibuat khusus oleh Sultan Iskandar Muda untuk permaisurinya.

Monumen Pintu Khop yang sekarang masih dapat ditemui ini berada di sekitar taman rekreasi  yang terletak di tepi Krueng Daroy. Taman ini sekarang bernama Taman Putroe Phang.

Motif dan Makna Dibalik Motif Pinto Khob atau Pinto Aceh

Dalam salah satu penelitian yang dilakukan oleh Talinda Arini Fitrah pada tahun 2021, menjelaskan tentang makna dibalik motif Pinto Aceh yang mana motif Pinto Aceh banyak mengandung unsur-unsur flora dan fauna:

  • Pucok paku (daun pakis), menjelaskan bahwa di Aceh banyak terdapat daun paku yang sering untuk makanan sehari- hari terutama sebagai bekal untuk perang
  • Oen (daun), motif yang sering digunakan masyarakat Aceh untuk membuat seni ukir. Motif tumbuhan digunakan, alih-alih hewan, untuk menjaga kesopanan dan keanggunan
  • Bungong meulu (bunga meulu), motif ini menggambarkan bahwa bentuk keindahan, serta bunga ini terdapat 4 kelopak yang berarti kesucian bumi, kesuburan, keharuman dan juga bentuk kesucian masyarakat Aceh
  • Boh eungkot (telur ikan),  motif ini digunakan untuk menggambarkan penduduk Aceh yang bermata pencaharian sebagai nelayan, serta menggambarkan Aceh yang  kaya akan hasil lautnya
  • Pucok reubong (tunas bambu muda), menggambarkan kemakmuran, dimana di Aceh terdapat banyak persawahan, perkebunan dan ladang yang menjadikan tempat mata pencaharian masyarakat Aceh
  • Garis lengkung, menurut sejarawan garis lengkung ini adalah bulan sabit yang mempresentasikan soal keagamaan terutama yang kental dalam kehidupan masyarakat Aceh

Seiring waktu, motif Pinto Aceh tidak hanya terdapat di perhiasan bros, namun sudah merambat ke perhiasan-perhiasan lainnya. Bahkan kini, motif Pinto Aceh sering kita jumpai pada barang berbahan dasar kain seperti baju, tas, sarung dan lainnya. 

Sehingga motif Pinto Aceh sangat mewakili Aceh, apabila tas tersebut memiliki motif Pinto Aceh, orang-orang akan menyebut tas tersebut dengan “Tas Aceh”. 

Baca Juga : Seurune Kalee, Alat Musik Tiup Tradisional Aceh

Demikian pula, motif Pinto Aceh yang sangat sudah melekat dengan Aceh, sekarang ini banyak ukiran ukiran Pinto Aceh di jalanan kota di Aceh seperti di pilar-pilar jembatan, tiang lampu ukiran motif Pinto Aceh dan lain sebagainya.

Pada tahun 2022, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkan bahwa 5 jenis karya seni tradisional Aceh tak benda yang menjadi warisan budaya Indonesia. 

Kelima bentuk karya seni tradisional Aceh tak benda tersebut, salah satunya adalah perhiasan Pinto Aceh.