Strategi Politik dan Militer Iskandar Muda Memperluas Pengaruh Kesultanan Aceh Darussalam
Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, seluruh wilayah semenanjung tanah Melayu berhasil disatukan di bawah kekuasaannya. Luas wilayah Kesultanan Aceh kini dimulai dari Minangkabau sampai Semenanjung Malaya.
Awalnya ia melakukan invasi ke daerah-daerah yang ada di sekitar wilayah kekuasaannya.
Dimulai dari Kerajaan Deli yang ditaklukan pada tahun 1612, lalu Kerajaan Johor pada tahun 1613. Di tahun 1614, Bintan menjadi target selanjutnya. Lalu pada tahun 1618, ia juga berhasil menaklukkan Pahang. Kedah pun ikut ditaklukan pada tahun 1619. Hingga akhirnya, Nias jadi target terakhir yang ditaklukan pada tahun 1624 sampai 1625.
Ekspansi perluasan wilayah ini diikuti dengan strategi mengatur dan membagi wilayah kekuasaan sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Di bawah pimpinan Panglima Sagoe, wilayah tersebut dibagi menjadi tiga sagoe atau tiga desa, meliputi Sagoe XXII Mukim untuk bagian tengah sebelah Selatan, Sagoe XXV Mukim untuk bagian Aceh Barat, dan juga Sagoe XXVI Mukim untuk bagian Timur. Untuk wilayah luar Aceh, ada juga wilayah yang dipimpin langsung oleh Uleebalang Kuetjhi.
Pada masa pemerintahannya, ia berhasil menjalin hubungan diplomasi perdagangan dengan berbagai bangsa asing.
Selat Malaka yang kini ada di bawah kekuasaannya digunakan sebagai jalur perdagangan skala internasional. Barang dagangan dari Aceh Darussalam seperti beras, rempah-rempah, emas, perak, hingga timah pun di ekspor ke luar negeri lewat jalur ini. Hal ini membuat Aceh Darussalam dikenal sebagai sebuah daerah yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Tak berhenti sampai di situ saja, ia juga menetapkan aturan pajak bagi setiap kapal dagang yang singgah. Misalnya kapal-kapal dari Eropa akan membayar pajak yang lebih tinggi daripada kapal-kapal yang datang dari pedagang Muslim. Aturan pajak ini diterapkan untuk menarik pendapatan, sehingga perdagangan dalam negeri pun akan semakin berkembang.
Usaha tersebut tak mengkhianati hasil. Pendapatan Kesultanan Aceh semakin tinggi, sehingga berpengaruh pada kemajuan di bidang ekonomi. Hasil kekayaan yang melimpah ruah pun benar-benar bisa dinikmati rakyat Aceh secara adil.
Baca Juga : Menelusuri Akar dari Pemikiran Ali Hasjmy
Bidang pendidikan tak lepas dari perhatian Sultan Iskandar Muda. Ia menerapkan kebijakan yang sistematis dengan bidang keislaman. Tujuannya agar mampu membina manusia untuk meneruskan pemerintahan Aceh Darussalam, serta membina masyarakat. Alhasil, tercipta lah pendidikan yang dimulai dari tingkat dasar hingga pendidikan tinggi, meliputi Meunasah, Rangkang, Dayah, Dayah Tengku Chik, dan Jami’ah Bait ar-Rahman.
Sultan yang Tegas dan Penyayang Keluarga
Masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda memang benar-benar memperhatikan kepentingan agama, rakyat, dan kerajaan. Ia tak pernah pandang bulu dalam menghukum segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kebijakan yang ada. Contoh nyatanya, ia pernah merajam anaknya sendiri lantaran melakukan melakukan hubungan terlarang dengan istri seorang perwira.
Pada saat akan merajam sang anak, Sultan Iskandar Muda mengucapkan kata-kata yang menjadi patokan bagi rakyat Aceh, yaitu: “mate aneuk mepat jeurat, godoh adat hana pat ta mita gadoh bangsa tinggai kauom, gadoh hukom reulheh agama, mate raja tinggai kerajeun, gadoh resam malei peutuwa.”
Meski demikian, Sultan Iskandar Muda adalah sosok yang sangat mencintai keluarganya, terutama istrinya. Sang istri yang bernama Putroe Phang, adalah seorang putri dari Kesultanan Pahang, Malaysia.
Sebagai seorang pemimpin, Sultan Iskandar Muda tentu memiliki kesibukan yang luar biasa. Akibatnya, ia harus sering meninggalkan sang istri dan membuatnya merasa kesepian. Tak ingin membuatnya larut dalam kesedihan, Sultan Iskandar Muda pun membuat sebuah taman yang indah sebagai tempat bermain sang pujaan hati.
Sultan Iskandar Muda juga membuat taman ini sebagai obat ketika istrinya merindukan kampung halamannya yang berbukit-bukit. Taman ini pun menjadi tempat favorit sang putri untuk menghabiskan waktu sambil menunggu kembalinya Iskandar Muda.
Taman tersebut kini dikenal sebagai Taman Putroe Phang. Banyak yang bilang tempat ini adalah bukti cinta Sultan Iskandar Muda kepada istri tercintanya.
Akhir Kepemimpinan Sultan Iskandar Muda
27 Desember 1636, Sultan Iskandar Muda wafat karena sakit keras yang dideritanya. Usianya saat itu baru 43 tahun, yang masih terbilang belum terlalu tua. Ia dimakamkan di Kompleks Pemakaman Sultan Aceh Kandang XI, Banda Aceh.
Sekitar 350-an tahun kemudian, tepatnya 14 September tahun 1993, Sultan Iskandar Muda dianugerahi gelar Pahlawan Nasional atas jasa dan kejayaannya dalam membangun dasar-dasar penting hubungan ketatanegaraan. Gelar tersebut mengacu berdasarkan pada SK Presiden RI No.077/TK/Tahun 1993.
Baca Juga : Teungku Syiah Kuala, Mufti Besar Aceh Darussalam
Nama Sultan Iskandar Muda pun kini banyak digunakan untuk penamaan beberapa tempat penting seperti Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda, Komando Daerah Militer Iskandar Muda, Universitas Iskandar Muda, Taman Iskandar Muda, dan masih banyak lagi.
Pada saat dirinya memimpin, Sultan Iskandar Muda berhasil membuat Aceh Darussalam mencapai masa keemasannya. Namun sayang, banyak pihak menyebut tak ada penerus Sultan Iskandar Muda yang mampu membuat Aceh sejaya saat Sultan Iskandar Muda memimpin.