Inzaghi adalah pesepakbola yang selalu membawa keberuntungan, kehadirannya yang selalu dinanti-nanti sukses membawa kejayaan tim-tim besar liga Italia maupun timnas Italia. Ia tak hanya dikenal sebagai penyerang, melainkan juga dikenal sebagai mesin pencetak gol terbaik.
Filippo Inzaghi atau lebih dikenal dengan nama Pippo ataupun Super Pippo sering dikatakan tidak memiliki kemampuan yang mumpuni dalam mengolah bola. Pippo juga dikenal sering tak mengindahkan estetika dalam bermain sepak bola.
Pesepakbola legenda seperti Sir Alex Ferguson dan Johan Cruyff pun pernah menyebutnya tak bisa bermain sepak bola. Dilihat dari fisik, Pippo cenderung kurus sehingga sering disebut tak layak menjadi pemain sepak bola Eropa.
Baca Juga : Johan Cruyff, Total Football dan Tiki-taka
Meski demikian, catatan hampir 300 gol sepanjang perjalanan karir rupanya menjadi bukti untuk membungkam kritik-kritik negatif tersebut. Beragam trofi bergengsi yang didapatkannya juga semakin memperkuat bukti bahwa Pippo bukanlah pesepakbola dengan skill buruk yang bisa diremehkan.
Sebaliknya, Pippo, sebagai seorang striker memiliki berbagai cara untuk bisa mencetak gol untuk tim. Ini bisa dilihat saat Pippo bermain di Juventus maupun AC Milan. Ia lebih sering mencetak gol dari jarak dekat dengan cara tap-in, mencocor bola muntah, maupun menyambut umpan silang lawan.
Pippi pernah bermain di Atalanta di awal karirnya, ia dijadikan penyerang utama dan memegang peran penting bagi tim. Hal ini membuatnya berhasil memperoleh penghargaan sebagai Serie A Young Footballer of The Year dengan total 24 gol dari 33 pertandingan yang dilakoninya.
Prestasi serta cara bermainnya yang apik membuat Pippo mulai dilirik klub-klub besar, salah satunya adalah Juventus. Bersama dengan Zinedine Zidane, Angelo Di Livio, Alessandro Del Piero, Vladimir Jugovic, dan para pemain lainnya, Pippo melangkah bersama untuk memajukan Juventus.
Di sini, Pippo masih terus bersemangat untuk mencetak gol terbaiknya. Sayangnya, semangat tersebut berubah menjadi obsesi karena Pippo menjadi egois saat sedang bermain. Ia cenderung tak mau membagi bola kepada anggota lainnya karena ingin mencetak gol sebanyak-banyaknya.
Meski demikian, keegoisannya rupanya memberikan hasil yang menarik. Piala Super Italia 1997, Serie A 1997/1998, dan UEFA Intertoto Cup 1999 adalah beberapa pertandingan ciamik yang berhasil dimenangkannya. Selain itu, Pippo juga menorehkan 65 gol dari 186 pertandingan yang dimainkannya.
Pippo bertahan selama kurang lebih 4 tahun di Juventus. Tahun 2001, pelatih Fatih Terim membawanya pindah ke AC Milan. Di klub ini, Pippo awalnya tak menunjukkan penampilan yang ciamik. Hal ini dikarenakan ia mengalami cedera hampir setengah musim yang membuatnya hanya berhasil mencetak 10 gol.
Namun memasuki musim 2002-2003, Pippo justru kembali semakin gencar untuk mencetak gol sebanyak-banyaknya. Terbukti, ia berhasil mencetak 126 gol selama bermain dalam 11 musim. Ia pun dikenal sebagai “Striker dan Raja Offside yang haus mencetak gol”.
Baca Juga : Ferenc Puskas, Legenda Real Madrid dari Hungaria
Tak hanya itu, banyak penghargaan dan trofi bergengsi yang berhasil dibawanya pulang untuk AC Milan, antara lain Coppa Italia 2002/2003, Serie A 2003/2004 & 2010/2011, Liga Champions Eropa 2002/2003 & 2006/2007, Piala Super Eropa 2003 & 2007, serta Piala Dunia Antarklub 2007.
Saat memasuki musim 2010-2011, Pippo kembali mengalami cedera. Cedera kali ini cukup serius yang kemudian mengharuskannya absen hingga akhir musim. Pada akhirnya, AC Milan memutuskan untuk tak memperpanjang kontraknya dengan Pippo terhitung mulai dari tahun 2012.
Meski demikian, pertandingan terakhirnya pada 13 Mei 2012 berlangsung dengan hasil akhir apik. Ia mencetak gol kemenangan yang kembali membuat AC Milan bangga. Dan yaaa, 24 Juli 2012 Pippo resmi mengumumkan keputusannya untuk mengakhiri karirnya sebagai pemain sepak bola
Pippo pun melanjutkan karirnya sebagai pelatih. AC Milan Junior, Venezia, Bologna, Benevento, dan Brescia adalah klub-klub yang pernah dilatihnya. Kini ia fokus pada klub Reggina yang dilatihnya sejak tahun 2022.
Pippo lahir pada 9 Agustus 1943 di Piacenza, Italia. Ia lahir dari pasangan Giancarlo Inzaghi dan Marina Inzaghi. Bersama dengan sang adik, Simone Inzaghi, mereka tumbuh bersama sambil berlatih menjadi pemain sepak bola.
Sebelum berada di klub-klub sepak bola besar, tahun 1991 Pippo memulai karirnya di klub Piacenza yang berada di kota kelahirannya. Ia kemudian bermain sebagai pemain pinjaman di klub AlbinoLeffe dengan total 13 gol dari 21 pertandingan, dan klub Hellas Verona dengan total 13 gol dari 36 pertandingan.
Torehan prestasinya yang oke membuatnya percaya diri untuk kembali ke Piacenza. Di sana, ia membantu Piacenza promosi ke Serie A dengan torehan 15 gol dari 37 pertandingan.
Pippo pun akhirnya ditarik ke klub Parma namun tak berhasil memberikan penampilan terbaiknya. Pada akhirnya Pippo dipindahkan ke Atalanta. Namun, lihat sendiri kan bagaimana Atalanta akhirnya membawanya menjadi salah satu pemain terbaik yang pernah ada?
Banyak menorehkan prestasi terbaik untuk beberapa klub besar, rupanya Pippo juga mencetak prestasi untuk dirinya sendiri; Young Football of the Year Serie A 1997, Top Skor Serie A 1996/1997, Player Career Award in the Globe Soccer Awards 2014, Gran Gala del Calcio AIC Lifetime Achievement Award 2012, dan Man on the Match UEFA Champions League Final 2007 adalah berbagai prestasi yang berhasil diborongnya.
Baca Juga : Ricardo Kaka dan Rasa Syukur
Pippo juga bermain di timnas Italia, ia bermain untuk Piala Dunia 1998, EURO 2000, Piala Dunia 2022, dan juga Piala Dunia 2006. Kontribusinya cukup besar karena berhasil menjadi top skorer Italia pada kualifikasi Piala Dunia 2002 dan EURO 2004.
Meski banyak yang meremehkannya, nyatanya Pippo berhasil menjadi pemain terbaik dengan versinya sendiri yang tak ada duanya.