Mendengar kata bungong jeumpa, ingatan sebagian besar dari kita pasti akan langsung menuju ke salah satu lagu daerah Aceh dengan judul yang sama, bungong jeumpa.
Bungong jeumpa adalah bunga yang sangat melekat pada kehidupan masyarakat Aceh.
Menjadi Lagu dan Tari untuk Merepresentasikan Aceh
Bungong jeumpa sendiri, dalam bahasa Indonesia sendiri lebih umum dikenal dengan bunga cempaka. Ia merupakan jenis tumbuhan yang merupakan anggota suku Magnoliaceae, genus magnolia.
Sejak dulu, bungong jeumpa adalah salah satu jenis taumbuhan yang banyak ditemukan di wilayah Aceh. Sifatnya yang bisa tumbuh liar tanpa ditanam terlebih dahulu ataupun perlu perawatan khusus, membuat tanaman ini sangat mudah dijumpai dimana-mana.
Pohonnya yang tinggi, besar dan kokoh mampu menyangga banyak ranting dengan bunga yang cukup banyak bermekaran. Ketika musimnya untuk mekar, bunganya akan tumbuh dengan jumlah yang banyak dan memiliki harum yang khas, sehingga aroma dari bunga ini dapat menyebar luas.
Bagi masyarakat Aceh bungong jeumpa tidak hanya sekedar tumbuhan yang memiliki bunga dengan harum yang khas, tapi ia adalah bagian dari hal yang telah mempengaruhi kebudayaan di Aceh.
Bunga ini memiliki berbagai macam warna yang indah seperti kuning, hijau dan merah menjadikan bunga ini dijadikan simbol keindahan oleh tradisi masyarakat Aceh.
Hal ini tergambarkan dalam penggalan lirik lagu bungong jeumpa:
“Bungong Jeumpa Bungong Jeumpa
Meugah di Aceh
Bungong teuleubeh teuleubeh
Indah lagoina
Puteh kuneng meujampu mirah
Bungong si-ula indah lagoina
Puteh kuneng meujampu mirah
Bungong si-ula indah lagoina
Lam sinar buleun lam sinar buleun
Angen peu ayon
Luroh meususon meususon yang mala mala
Lam sinar buleun lam sinar buleun
Angen peu ayon
Luroh meususon meususon yang mala mala
Keubit that meubee meunyoe tatem com
Leupah that harom si bungong jeumpa
Keubit that meubee meunyoe tatem com
Leupah that harom si bungong jeumpa”
Keindahan bungong jeumpa yang merepresentasikan keindahan Aceh bukan hanya membuatnya diangkat menjadi sebuah lagu daerah, tapi ia juga dijadikan sebagai sebuah tari dengan nama yang sama, bungong jeumpa.
Tari yang dipercaya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu ini adalah representasi dari Aceh dan masyarakatnya. Gerakan- gerakannya melambangkan kehidupan masyarakat Aceh yang penuh dengan semangat dan dekat dengan islam, serta melambangkan kecantikan masyarakat Aceh dan keindahan alamnya.
Digunakan Sebagai Perhiasan Pengantin Perempuan dan Menjadi Ornamen Hiasan Bangunan
Pada acara tradisi pernikahan di Aceh, kuncup bunga dari bungong jeumpa dijadikan hiasan di kepala pengantin perempuan atau yang sering disebut sunting.
Kebanggaan masyarakat Aceh terhadap bungong jeumpa semakin terlihat saat bungong jeumpa menjadi ornamen hiasan bangunan dari rumah tempat tinggal maupun gedung-gedung. Pemerintah juga membangun monumen atau tugu-tugu dengan motif bungong jeumpa.
Salah satu bangunan yang menggunakan bungong jeumpa sebagai ukirannya adalah tugu yang berada di pintu gerbang di kawasan kampus Darussalam, Kota Banda Aceh.
Di tugu tersebut, di bagian atasnya menggunakan bentuk kuncup bungong jeumpa saat akan mekar.
Dimana ornamen tersebut merupakan simbol dari keberadaan Darussalam sebagai pusat Pendidikan di Aceh yang mana di sana terdapat 2 Perguruan Tinggi Negeri yang melahirkan sumber daya dengan harapan membuat Aceh semakin berkembang.
Nama Dari Salah Satu Kerajaan Paling Tua di Aceh
Pada sekitar abad ke-8 masehi, terdapat sebuah kerajaan bernama Jeumpa di Aceh, kerajaan ini adalah sebuah kerajaan yang awalnya berkepercayaan hindu-budha yang berlokasi di wilayah Kabupaten Bireuen sekarang.
Menurut Ikhtisar Radja jeumpa yang tulis oleh Ibrahim Abduh, kerajaan ini terletak di sekitar daerah kecamatan Peudada saat ini, membentang sampai ke timur sampai pantai Krueng Peusangan.
Pusat pemerintahan dari kerajaan ini terletak di desa Blang Seupeueng, dimana sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet.
Pada masa itu, daerah Desa Blang Seupeueng merupakan pemukiman padat penduduk dan juga bandar pelabuhan besar yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai Desa Blang Seupeueng sendiri terdapat sebuah alur besar yang dapat dilalui oleh kapal besar maupun perahu kecil.
Kerajaan ini sudah ada sebelum era kerajaan islam masuk ke Aceh dan Nusantara dan merupakan salah satu kerajaan paling tua, kerajaannya dipimpin turun temurun oleh seorang raja dengan gelar meurah.
Bungong jeumpa telah melekat dalam kebudayaan dan hidup masyarakat Aceh, ia memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat Aceh sekaligus representasi dari masyarakat Aceh itu sendiri.
Namun karena semakin meningkatnya pertumbuhan pembangunan serta semakin berkurangnya kedekatan hidup masyarakat Aceh modern dengan bungong jeumpa, ia kini semakin sulit untuk dijumpai.
Padahal bungong jeumpa adalah simbol dari budaya masyarakat Aceh yang telah mengakar selama beratus-ratus tahun.