Rumah Aceh atau lebih dikenal dengan sebutan Rumoh Aceh merupakan kediaman tradisional warga Aceh yang saat ini sudah sangat jarang sekali ditemui. 

Beberapa tempat yang mengabadikan rumah ini adalah Komplek Kantor Museum Aceh, Taman mini Indonesia Indah (TMII), rumah Cut Nyak Dien yang ada di Lampisang, Aceh Besar dan juga beberapa tempat di Aceh. 

Wujud dari Kepercayaan dan Rasa Syukur Masyarakat Aceh

Rumoh Aceh dibangun dengan konsep hampir sama dengan rumah adat sumatera lainnya yaitu memiliki konsep rumah panggung dengan tinggi mencapai 2 sampai 3 meter dari permukaan tanah. 

Dibangun dengan konsep seperti itu karena untuk terhindar dari hewan buas dan juga terhindar dari bencana alam seperti banjir yang bisa datang Ketika musim hujan. 

Selain itu,  dibuat dengan jarak yang seperti itu agar masyarakat Aceh dapat melakukan aktivitas dibawah atau di kolong rumah tersebut.

Tidak hanya itu, kolong Rumoh Aceh juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan hasil tani dan juga barang-barang yang digunakan untuk bertani atau menangkap ikan. 

Baca Juga : Seurune Kalee, Alat Musik Tiup Tradisional Aceh

Bagi masyarakat Aceh, Rumoh Aceh tidak hanya sekedar tempat tinggal tapi juga simbol dari keyakinan masyarakat Aceh terhadap Tuhan dan Alam semesta. Sehingga Rumoh Aceh dibangun sedemikian rupa karena berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Aceh pada zaman dahulu.

Keyakinan itu diwujudkan dengan pemilihan bahan-bahan dari Rumoh Aceh yang berasal dari alam. Seperti tiang yang terbuat dari kayu pilihan, dinding dari papan kayu, atap dari daun rumbia dan sebagainya. 

Bahkan, bagian bagian dari Rumoh Aceh ini tidak menggunakan paku besi melainkan dengan pasak atau tali rotan untuk merekatkan papan-papan dan tiang-tiang.

Sehingga sering disimpulkan bahwa Rumoh Aceh ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat Aceh atas kekayaan alam yang diberikan Tuhan. 

Keunikan dan Hal Menarik dari Konsep Rumah Aceh

Rumoh Aceh, Rumoh Tradisional Masyarakat Aceh
Rumoh Aceh, Rumoh Tradisional Masyarakat Aceh

Rumoh Aceh merupakan rumah yang tahan gempa, dimana berbagai bahan-bahan penyusun rumah adat ini menggunakan bahan alam yang ringan tapi tetap kuat. Salah satunya daun rumbia, apabila semakin terkena sinar matahari semakin kering dan ringan. 

Kekuatan Rumoh Aceh dibuktikan ketika Aceh dilanda gempa berkekuatan besar dan tsunami pada tahun 2004. Meski diguncang gempa dengan kekuatan 8,9 SR Rumoh Aceh masih berdiri kokoh dan tidak mengalami kerusakan parah.

Rumoh Aceh tidak menggunakan paku besi atau bahan apapun yang menjadikan rumah semakin berat. Ujung setiap balok disatukan dengan pasak lalu diperkuat satu sama lain dengan diberi lubang dan pahatan. 

Jumlah tiang penyangga yang banyak serta menggunakan bahan kayu yang padat membuat rumah semakin kuat dan dapat menahan gempa. 

Baca Juga : Pinto Aceh, Motif Khas Asal Aceh

Hal menarik dari rumah adat Aceh adalah pemilihan warna-warna yang khas. Setiap warna yang digunakan pada Rumoh Aceh memiliki arti tersendiri bagi masyarakat Aceh.

Berikut ini adalah warna warna yang digunakan pada rumah adat Aceh dan maknanya:

  • Kuning, digunakan pada bagian sisi segitiga perabung. Warna kuning bagi masyarakat Aceh memiliki sifat yang kuat, hangat dan dapat memberikan nuansa cerah.
  • Merah, digunakan untuk melengkapi garis ukiran rumah. Merah memiliki karakter emosi yang berubah-ubah dan naik turun. Merah juga melambangkan gairah, senang dan semangat. Dengan begitu dapat disimpulkan emosi orang Aceh yang mudah naik turun selain itu juga menunjukkan semangat dan gairah dalam mengerjakan sesuatu.
  • Putih, digunakan untuk ukiran rumah yang lebih netral. Warna putih melambangkan suci dan bersih. Pada bagian ukiran juga diselangi dengan warna oranye yang melambangkan kehangatan, kesehatan dan kegembiraan.
  • Hijau, digunakan pada motif ukiran Rumoh Aceh. Warna ini melambangkan karakter kesejukan, kehangatan dan juga warna hijau menyiratkan kesuburan.

Rumoh Aceh juga memiliki ciri khas keunikan lainnya yaitu memiliki anak tangga berjumlah ganjil. Hal ini disebabkan mayoritas masyarakat Aceh memeluk agama Islam yang memuliakan angka genap.

Selain itu, ukuran pintu masuk Rumoh Aceh yang cukup pendek bagi orang dewasa yaitu  hanya berukuran 120 cm sampai 150 cm, sehingga pada saat masuk ke dalam rumah orang akan menunduk sebagai penghormatan kepada tuan rumah. 

Di bagian depan Rumoh Aceh selalu disediakan gentong air yang digunakan untuk membasuh kaki sebelum memasuki Rumoh Aceh tersebut.

Dibagi Menjadi 3 Serambi, Bagian Utama dari Rumoh Aceh

Rumoh Aceh, Rumoh Tradisional Masyarakat Aceh
Rumoh Aceh, Rumoh Tradisional Masyarakat Aceh

Rumoh Aceh, sebagai hunian keluarga, memiliki tiga bagian utama yang memiliki fungsi-fungsi dalam hidup berkeluarga, yaitu serambi depan, serambi tengah dan serambi belakang.

Baca Juga : Tari Saman, Tarian Asal Gayo yang Mendunia

Adapun fungsi dari masing-masing bagian utama Rumoh Aceh adalah sebagai berikut:

  • Serambi Depan atau Seuramoe Keue,  ruangan yang lapang tanpa adanya kamar yang berfungsi sebagai ruang tamu, ruang belajar mengaji serta tempat tidur laki-laki
  • Serambi Tengah atau Seuramoe Teungoh, adalah rumoh inong atau rumah induk dari Rumoh Aceh. Serambi tengah ini biasanya memiliki dua kamar yang berhadapan yang berfungsi sebagai tempat tidur keluarga. Anak perempuan yang baru menikah akan menngunakan salah satu dari kamar tersebut.
  • Serambi Belakang atau Seuramoe Likoet, merupakan ruangan lapang yang di peruntukkan untuk tamu perempuan. Ruangan ini juga berfungsi sebagai tempat mengaji anak perempuan dan tempat tidur bagi tamu perempuan.

Pembagian ruang-ruang utama dalam Rumoh Aceh ini menggambarkan kepercayaan masyarakat Aceh dan bagaimana kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat.

Misalnya dengan pembagian ruang bagi tamu atau anggota keluarga perempuan, dengan begitu aktivitas bagi laki-laki dan perempuan terpisahkan dan tidak berbaur dalam Rumoh Aceh.