Namanya Perkasa Alam, ada juga yang memanggilnya Darmawangsa, Tun Pangkat, maupun Mereuhom Meukuta Alam. Namun, kita pasti lebih mengenalnya dengan nama Sultan Iskandar Muda.
Biografi Sultan Iskandar Muda dan Pergolakan Internal di Kesultanan Aceh Darussalam
Sultan Iskandar Muda masih mempunyai garis keturunan dari pendiri Kesultanan Aceh Darussalam, sekaligus keturunan laki-laki terakhir dari Dinasti Meukuta Alam.
Ia lahir di Banda Aceh pada tahun 1593. Ibunya bernama Puteri Raja Indera Bangsa, sedangkan ayahnya bernama Sultan Mansur Syah. Besar di lingkungan istana Kesultanan Aceh Darussalam, Perkasa Alam memiliki kemewahan untuk mempelajari banyak ilmu dari berbagai ulama dan guru.
Baca Juga : Safiatuddin, Ratu yang Membuat Ilmu Pengetahuan Merekah di Aceh Darussalam
Ia belajar ilmu falak dan filsafat dari Teungku Di Bitai, seorang ulama yang berasal dari Baitul Maqdis. Kemudian belajar ilmu agama ia pelajari dari Syekh Abdul Khoir Ibnu Hajar. Ia juga mempelajari hal lain melalui guru spiritualnya yaitu Syekh Muhammad Zamani yang berasal dari Makkah, Arab Saudi.
Saat memasuki usia remaja, keluarganya terpecah. Kakeknya, Sultan Alauddin Ri’ayat Syah, pada tahun 1604 dikudeta. Kudeta tersebut dilakukan oleh pamannya yang bernama Sultan Ali Riayat Syah. Ketika kudeta berhasil dilakukan, kepemimpinan Kesultanan Aceh Darussalam jatuh ke tangan Sultan Ali Riayat Syah.
Namun sayang Sultan Ali Riayat Syah gagal memimpin dengan baik yang justru membuat Aceh Darussalam menjadi terpuruk pada saat itu. Kepemimpinannya disebut-sebut sebagai periode yang penuh dengan kekacauan internal.
Perkasa Alam pun pergi mencari perlindungan kepada pamannya yang lain, yaitu Sultan Husen, Raja dari Kerajaan Pedir di Pidie pada saat itu, daerah bawahan Kesultanan Aceh. Sultan Ali Riayat Syah yang mengetahui hal tersebut langsung meminta Sultan Husen untuk menyerahkan kembali Perkasa Alam. Namun, Sultan Husen dengan tegas menolak permintaan tersebut.
Penolakan Sultan Husen tak main-main, di bawah pimpinan Perkasa Alam, Sultan Husen dan pasukannya pun menyerang Kesultanan Aceh Darussalam sebagai bentuk pemberontakan. Sayangnya, penyerangan tersebut gagal. Perkasa Alam justru tertangkap dan tak lama kemudian dimasukkan ke penjara.
Memimpin Serangan Terhadap Pasukan Portugis dan Terpilih Menjadi Sultan Aceh Darussalam
Saat itu, Kesultanan Aceh tidak sedang dalam keadaan yang baik, ada ancaman dari Portugis yang siap menyerang kapan saja. Mengetahui hal tersebut, Perkasa Alam yang sedang berada di balik jeruji besi pun menawarkan bantuan. Ia bersedia memimpin serangan terhadap Portugis. Meskipun awalnya dilema, Sultan Ali Riayat Syah menyetujui permintaan tersebut.
Perkasa Alam menjadi garda terdepan memimpin rakyat dan pasukan Aceh Darussalam. Serangannya cukup yang dipimpin oleh Perkasa Alam tersebut berhasil membuat Portugis ketar-ketir hingga memaksa Portugis untuk mundur. Mereka angkat kaki dari Aceh, seakan-akan tak ingin bertemu lagi dengan Perkasa Alam beserta pasukannya.
Baca Juga : Iskandar Tsani, Sultan Aceh Darussalam dari Tanah Melayu
Keberhasilan Perkasa Alam dalam mengusir Portugis secara tak langsung membuat namanya semakin populer dan melambung tinggi di tengah masyarakat. Hingga pada akhirnya saat Sultan Ali Riayat Syah meninggal pada 4 April 1607, Perkasa Alam langsung dinobatkan sebagai Sultan Aceh berikutnya. Ia kemudian mendapatkan gelar ‘Sultan Iskandar Muda’.
Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda, banyak hal baik dan kemajuan yang terjadi. Kesultanan Aceh Darussalam benar-benar kembali pada masa jaya dan keemasannya.
Padahal, umur Sultan Iskandar Muda saat itu masih terbilang sangat muda. Kisaran 18-19 tahun sudah menduduki tahta kerajaan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, ia mampu mengembalikan masa kegemilangan Aceh. Selain itu, Sultan Iskandar Muda juga berhasil menyusun, menetapkan, serta melaksanakan berbagai konsep Undang-Undang dan peraturan secara adil dan universal.